1. Startup

Aplikasi "Wellness", Pendekatan Baru Berkenalan dengan Asuransi

Dua perusahaan asuransi global, Prudential dan AIA, menjadi pelopor yang masuk ke segmen wellness di Indonesia

Penetrasi industri asuransi jiwa tercatat hanya sebesar 1,1% per Juli 2020 menurut catatan OJK. Isu ini terus menjadi kendala menahun yang belum berhasil diatasi dengan optimal.

Penetrasi asuransi merupakan tingkat rasio jumlah dana di industri asuransi terhadap produk domestik bruto (PDB). Artinya, total aset industri asuransi per Juli 2020 senilai Rp515,78 triliun baru berkontribusi 1,1% terhadap PDB.

Tingkat penetrasi asuransi harus dilihat dari dua sisi. Meski kontribusi industri terhadap perekonomian masih rendah, tapi di sisi lain peluang untuk tumbuh masih teramat besar.

“Berdasarkan pengalaman saya sebagai pengawas asuransi, sebenarnya kunci bagaimana memenangkan penetrasi itu justru dari sisi penerapan good corporate governance [GCG],” ucap Deputi Direktur Pengawasan Asuransi II OJK Kristianto Andi Handoko seperti dikutip dari Bisnis.com.

Pada 2018, OJK pernah mencatat penetrasi industri asuransi secara keseluruhan pernah tembus ke angka 2,77% dan pada 2017 sebesar 2,84%. Hingga kini, tingkat penetrasi asuransi belum pernah mencapai angka 3%, apalagi 5% seperti yang selalu diidam-idamkan para pelaku industri ini.

Sebagai perbandingan, tingkat penetrasi asuransi di Singapura berada di kisaran 6-7%. Kendati penetrasi menurun, tingkat kesadaran (awareness) masyarakat terhadap produk asuransi jiwa meningkat semenjak pandemi virus corona.

Hasil survei lembaga riset Nielsen yang dikutip Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) mengungkapkan, kesadaran memiliki produk asuransi jiwa di kota besar Indonesia sebesar 24%. Akan tetapi, angka itu belum memberikan dampak signifikan karena premi asuransi jiwa cenderung turun menjadi Rp44,11 triliun di kuartal I 2020 dari periode yang sama di tahun sebelumnya Rp46,4 triliun.

Pekerjaan rumah yang sudah menahun ini sebenarnya menjadi tanggung jawab seluruh pemangku kepentingan, baik itu dari pembuat kebijakan hingga pelaku industri itu sendiri.

Kehadiran startup insurtech, sebagai mitra teknologi dari perusahaan asuransi, menjadi jalan baru mengakselerasi penetrasi asuransi. Bersama-sama mereka meracik produk mikro terkustomisasi yang menyesuaikan target nasabah, sehingga konsumen dapat bertransaksi di platform digital favorit mereka dengan harga murah, mendapatkan perlindungan simpel, dan melakukan proses klaim dengan lebih mudah.

“Semakin relevan dengan kebutuhan mereka, maka kemungkinan besar produk asuransi tersebut pasti mereka [konsumen] beli. Misalnya, seperti asuransi perjalanan, asuransi handphone, asuransi logistik, dan sebagainya,” ucap Co-Founder dan COO Qoala Tommy Martin, beberapa waktu lalu saat menjadi pembicara di #SelasaStartup.

Ia meyakini produk asuransi asuransi akan menjadi pintu awal meningkatkan penetrasi asuransi di Indonesia. Di luar sana, solusi asuransi jauh lebih kompleks dan butuh bantuan insurtech untuk mengatasinya dengan teknologi pendukungnya.

Antusiasme pembeli produk asuransi selama pandemi berhasil dirangkum laporan e-Conomy 2020 yang disusun Google, Temasek, dan Bain & Company. Laporan tersebut mengungkapkan pembelian asuransi secara online melejit hingga 30% dalam setahunannya dengan CAGR $2 miliar, disokong permintaan terhadap produk asuransi jiwa dan kesehatan.

Industri wellness

Di sisi lain, rendahnya penetrasi ini turut dipengaruhi masih melekatnya stigma “susah klaim” karena produk yang dibeli hanyalah secarik kertas berisi perjanjian apa saja yang akan dibayar ketika sakit atau meninggal dunia. Bayar klaim adalah “moment of truth” buat sebuah perusahaan asuransi dan itulah saatnya mereka bekerja.

Pendekatan lain asuransi agar semakin mudah diterima adalah melalui industri wellness. Di Asia, industri ini mulai dilirik layanan asuransi global untuk mempopulerkan program gaya hidup sehat pada awal 2010-an. Inti dari pendekatan ini adalah mengubah hubungan perusahaan asuransi dengan pelanggan, tidak lagi transaksional. Kondisi ini didukung tren pelacakan mandiri dengan perangkat wearable, termasuk ditandai peluncuran jam tangan Apple pada 2015.

Di Singapura, Great Eastern Life jadi salah satu perusahaan pelopor di awal 2012, lalu disusul pada setahun kemudian oleh AIA untuk memperkenalkan program wellness. Ambisinya adalah perusahaan ingin terlibat ke aspek hidup pelanggan setiap harinya untuk meminimalisir risiko sakit dan memperpanjang usia. Dua aspek ini sangat melekat buat asuransi.

Wellness akhirnya mulai perlahan diperkenalkan di Indonesia melalui banyak channel. Momentum pandemi Covid-19 turut mendongkrak tren ini. Perusahaan asuransi global pun ikut ingin terlibat dengan memboyong aplikasinya masuk ke sini. Mereka adalah Prudential dan AIA.

Prudential meresmikan aplikasi kesehatan all-in-one Pulse yang didukung kecerdasan buatan untuk mendukung pengguna mengelola kesehatan secara proaktif. Pulse diboyong ke Indonesia sejak Februari 2020 dan diresmikan pada sembilan bulan kemudian.

Pulse pertama kali hadir di Malaysia pada 2019, lalu secara bertahap digulirkan ke sejumlah negara di Asia, seperti Kamboja, Hong Kong, Laos, Myanmar, Filipina, Singapura, Taiwan, Thailand, dan Vietnam. Sejak diluncurkan, aplikasi ini telah diunduh lebih dari 16 juta kali per Januari 2021. Orang Indonesia menyumbang lebih dari 4,3 juta per 11 November 2020.

Angka ini jauh lebih tinggi ketimbang jumlah nasabah Prudential di Indonesia yang mencapai lebih dari 2 juta orang per tahun lalu, sejak mereka pertama kali beroperasi di 1995.

“Khusus di tahun ini, Prudential menegaskan komitmennya untuk memperluas peran di masyarakat, bukan hanya memberikan perlindungan, namun juga mendukung peran di masyarakat, bukan hanya memberikan perlindungan, namun juga mendukung untuk mencegah dan menunda penyakit semakin buruk,“ kata Presiden Direktur Prudential Indonesia Jens Reisch.

Tak mau kalah, pada awal tahun ini AIA meresmikan AIA Vitality di Indonesia setelah hadir di delapan negara Asia Pasifik. Meski fitur tidak kaya Pulse, semangat yang disampaikan AIA tidak jauh berbeda. Elemen-elemen penting kesehatan dalam kehidupan sehari-hari diturunkan ke dalam empat pilar: Eat Well, Move Well, Think Well, dan Plan Well untuk mencapai hidup lebih sehat, lebih lama, dan lebih baik.

Presiden Direktur AIA Indonesia Sainthan Satyamoorthy menjelaskan, AIA Vitality mentransformasi cara perusahaan dalam menjalankan bisnis asuransi dengan pendekatan share value model. Hal ini akan menjadi terobosan di industri, mengubah standar bagaimana perusahaan asuransi memberikan layanan dan perlindungan yang relevan untuk masyarakat.

“Melalui AIA Vitality, kami ingin terlibat aktif meningkatkan kualitas hidup nasabah, tidak hanya membantu mereka saat menghadapi masa-masa sulit tapi juga memotivasi dan menghargai setiap perubahan kecil yang mereka lakukan untuk gaya hidup lebih sehat melalui rewards yang telah kami siapkan,” tuturnya saat peresmian bertajuk All Well Indonesia.

Selain dibekali fitur berbau wellness, baik Pulse dan AIA Vitality juga sudah dilengkapi dengan model bisnis. Pulse memiliki paket berlangganan karena aplikasi ini tidak eksklusif untuk nasabah Prudential saja.

Paket yang dibanderol seharga Rp39.900 per bulannya ini berisi beragam fitur, di antaranya Perencanaan Makan, Jurnal Makanan, My Healthy Eating Goal, My Eye Dispensary & My Pulmonary Clinic, dan voucher perlindungan asuransi jiwa yang nilainya setara dengan satu bulan premi.

Di luar itu, pengguna yang tidak berlangganan dapat mengakses fitur gratis, seperti alat ukur BMI, Cermin Kerutan Wajah, dan Monitor Kegiatan Olahraga yang dapat terhubung dengan perangkat wearable. Tersedia pula fitur non kesehatan, seperti informasi dan pengingat waktu sholat dan penunjuk arah kiblat.

Teknologi AI yang ada di dalam Pulse hadir berkat kerja sama global perusahaan dengan Babylon, startup healthtech AI dari Inggris. Di Indonesia, Pulse didukung juga Halodoc untuk fitur telemedicine dan membeli obat.

Berbeda dengan Pulse, AIA Vitality hadir khusus untuk nasabah AIA dan menjadi produk komplementer untuk mereka yang ingin mengelola kesehatan secara lebih proaktif. AIA Vitality bekerja dengan tiga tahap: Know Your Health, Improve Your Health, dan Enjoy the Rewards.

“AIA Vitality adalah gerakan transformasional yang mengajak masyarakat untuk mulai melakukan perubahan kecil, selangkah demi selangkah, langkah realistis untuk mendorong perubahan perilaku jangka panjang yang menghasilkan hidup lebih sehat, lebih lama, lebih baik,” terang CMO AIA Indonesia Lim Chet Ming kepada DailySocial saat dihubungi secara terpisah.

Ia menjelaskan, nasabah AIA dapat bergabung di AIA Vitality dengan membayar sebesar Rp50 ribu per bulan. Aplikasi ini berisi program kesehatan dan kebugaran yang dapat memotivasi nasabah untuk aktif dalam meningkatkan kesehatan, serta kualitas hidup dengan memberikan Poin Vitality dan berbagai manfaat berupa diskon, voucher, dari rekanan AIA yang sudah tergabung, seperti Garmin, Gojek, Fitbit, dan Prodia.

Sebelum menyelesaikan tantangan, nasabah sebelumnya perlu melakukan self-assessment online untuk mengetahui seberapa sehat kondisi badan. Mereka bisa menghubungkan alat pelacak aktivitas dengan aplikasi AIA Vitality dan ikut berpartisipasi dalam berbagai tantangan yang direkomendasikan dan memperoleh poin dari sana.

“Mengubah kebiasaan dalam hidup adalah sebuah tantangan tersendiri. AIA Vitality mengerti akan hal ini dan memberikan sebuah siklus yang akan mendorong upaya perubahan kebiasaan hidup sehat di tengah masyarakat untuk menghasilkan perubahan perilaku jangka panjang.”

Lim menuturkan, kehadiran AIA Vitality menjadi pembuktian AIA tetap relevan dengan kondisi pandemi global yang belum pernah terjadi sebelumnya. “Semua, termasuk nasabah kami, turut berjuang untuk hidup di tengah pandemi. Maka kita perlu memastikan pertahanan terbaik yang kita miliki yaitu dengan memprioritaskan kesehatan dan proteksi jiwa, juga kesehatan.”

President Director AIA Indonesia Sainthan Satyamoorthy / AIA Indonesia

Butuh dukungan regulator

Penerapan aspek wellness di global sudah jauh lebih matang dibandingkan di Indonesia. Bicara potensi di global, industri ini diprediksi bernilai $4,2 miliar pada 2017 dengan pertumbuhan tahunan 6,4% menurut laporan Global Wellness Institute (GWI).

Laporan DSResearch yang tertajuk “Wellness Market in Jakarta” 2019, menunjukkan memulai gaya hidup sehat di Indonesia bukanlah sesuatu yang mudah. Meski pengetahuan dan awareness terlihat menjanjikan, tapi biaya masih menjadi beban buat sebagian besar orang.

Di negara berkembang seperti Indonesia, pertumbuhan ekonomi menjadi faktor pendorong terbesar untuk menyesuaikan budaya wellness ke dalam kehidupan sehari-hari.

Laporan itu juga melihat obat-obatan, makanan sehat, dan suplemen kesehatan menjadi produk yang diminati masyarakat. Pun juga animo untuk bergabung sebagai anggota kebugaran. Meskipun perhatian kepada tindakan preventif dengan memelihara kesehatan semakin baik, fokus masyarakat masih ke tindakan penyembuhan setelah sakit.

Sumber: Depositphotos.com

“Tingkat adopsi teknologi yang tinggi, khususnya dalam bentuk aplikasi digital, dapat menjadi katalisator untuk mendorong pengetahuan dan sosialisasi produk atau layanan kesehatan yang lebih baik di wilayah tersebut,” tulis laporan tersebut.

Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 yang dipublikasikan BPS menunjukkan angka obesitas orang dewasa di Indonesia meningkat menjadi 21,8%. Padahal tingkat kesehatan berpengaruh tinggi terhadap produktivitas kerja. Perlu penerobosan, termasuk manfaat kesehatan oleh korporasi, untuk mendorong kesehatan kehidupan perkotaan.

Dibutuhkan dukungan regulator untuk mempopulerkan wellness agar semakin dikenal. Sebagai contohnya di India, regulator setempat (Insurance Regulatory and Development Authority of India/IRDAI) meminta perusahaan asuransi memasukkan fitur wellness dan pencegahan ke dalam klausul polis. Harapannya para pemegang polis tetap sehat, meminimalisir kemungkinan jatuh sakit dan dirawat di rumah sakit.

“Pedoman dari IRDAI tentang memasukkan fitur kesehatan dan pencegahan dalam asuransi kesehatan tentunya merupakan langkah maju yang positif bagi pelanggan yang sekarang dapat dengan bangga memiliki polis asuransi kesehatan mereka,” kata Gurdeep Singh Batra, Kepala Penjamin Emisi Ritel, Asuransi Umum Bajaj Allianz, dikutip dari Financial Express.

Ia menuturkan, langkah ini sangat ditunggu industri karena dapat memberikan dorongan yang diperlukan untuk sebuah produk asuransi kesehatan. “Kami bisa memberikan penghargaan kepada pelanggan dengan berbagai cara yang ditentukan seperti diskon konsultasi atau perawatan, farmasi, diagnostik kesehatan, voucher yang dapat ditukarkan untuk suplemen kesehatan dan keanggotaan fitness, dan lain-lain.”

Menurutnya, pada jangka panjang, perusahaan asuransi bisa membuat harga polis jauh lebih terjangkau dengan program wellness ini. Dengan demikian, semakin banyak orang yang bisa terlindungi dengan asuransi.

Gurdeep mengatakan, “Kami juga dapat memberikan diskon kepada pelanggan jika mereka mengikuti kriteria kesehatan yang ditetapkan dalam polis. Selain mendorong lebih banyak orang untuk memilih asuransi kesehatan, langkah ini juga akan membantu mereka menjalani gaya hidup sehat.”

- Gambar header: Depositphotos.com

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again