Cento Ventures: Iklim Investasi Akhir-akhir Ini Bisa Pengaruhi Valuasi Startup Balik ke Era Sebelum Unicorn
Sektor fintech berkontribusi sebesar 40% dari seluruh investasi; semua vertikal turunan fintech rata mendapatkan investasi
Pada paruh pertama 2023, Asia Tenggara mengalami penurunan volume investasi sebesar 54% menjadi $3,1 miliar. Penurunan ini merupakan investasi paruh pertama terendah sejak 2017, menurut laporan yang diumumkan Cento Ventures.
Laporan itu menyatakan, walaupun investasi di regional turun, tren tersebut akan berakhir karena minat investor terhadap pendanaan baru perlahan meningkat.
“Lanskap kesepakatan investasi tampaknya berbalik ke tingkat sebelum Covid-19 – dan sangat mungkin ke standar sebelum era unicorn. Kembalinya gelembung valuasi dan ukuran transaksi mengikuti penurunan volume investasi, namun dengan jeda yang signifikan. Menariknya, koreksi pasar ini hanya terjadi setahun penuh setelah penurunan pasar pertama kali dirasakan di AS — kawasan ini tidak mengalami penurunan tajam dalam asupan modal hingga akhir tahun 2022,” tulis Cento Ventures.
Walau hilangnya separuh modal, kawasan ini masih berada di bawah angka dasar penerimaan modal pada 2017-2020 – satu-satunya pasar global selain Tiongkok yang mampu melakukan penyesuaian dengan cepat, karena pencapaian pada 2021-2022 belum meningkatkan tingkat investasi di Asia Tenggara sebanyak itu, seperti di India atau Amerika Latin.
“Hal ini, ditambah dengan volume mega-deal yang minimal dalam sejarah, membuat kami yakin bahwa Asia Tenggara mungkin akan mengalami penurunan aktivitas investasi yang sedikit lebih kecil dari tahun ke tahun dibandingkan dengan wilayah sejenisnya,” tulis laporan tersebut.
Hipotesis tersebut diperkuat dengan laporan “Southeast Asia Deal Review 2023” yang dikutip secara terpisah, disusun oleh DealStreetAsia dan Rigel Capital. Disampaikan bahwa sepanjang tahun lalu total pendanaan di regional turun hingga 51% menjadi $7,96 miliar. Kesepakatan investasi turun 30% menjadi 718 kesepakatan.
Dijelaskan lebih jauh oleh Cento Ventures, ketika kawasan ini memasuki era koreksi, investor terus mengalihkan perhatiannya ke pendanaan tahap awal. Meskipun sentimen negatif semakin meningkat menjelang paruh kedua tahun 2023, bisnis inti di Asia Tenggara ternyata mampu bertahan dengan baik.
“Kami melihat modal di tahap pra-A hingga seri C (semua rentang $0,5-50 juta per transaksi) masih dikerahkan dengan kecepatan yang sama seperti tiga tahun sebelumnya. Namun, kategori mega-deals (di atas $100 juta) hampir mencapai batas minimum dalam sejarah dengan hanya beberapa perusahaan di wilayah ini (eFishery, bolttech, Kredivo, dan Moladin) yang mengumpulkan atau mengumumkan putaran $100 juta+ pada semester I 2023.”
Terkait perubahan lanskap valuasi, Cento menyampaikan bahwa ini baru saja dimulai. Hal-hal seperti runway yang semakin pendek pada 2021-2022 dan banyaknya penutupan perusahaan yang diketahui publik berdampak signifikan terhadap pola pikir investor.
Gambaran sebenarnya mengenai valuasi masih dikaburkan oleh adanya dua “penopang” – yaitu putaran internal terstruktur dan utang swasta, yang diterapkan secara bebas untuk menunda penetapan harga perusahaan digital di seluruh ekosistem.
Filipina dinilai gagal jadi the next Indonesia
Startup di Filipina sebelumnya digadang-gadang bakal menjadi the next Indonesia. Namun kenyataannya, menurut Cento Ventures, dinilai gagal mencapainya.
Disampaikan lebih lanjut, sejak awal 2022, ketika valuasi di Indonesia mencapai puncaknya dan dimulainya pencarian kisah pertumbuhan regional berikutnya, narasi mengenai “Next China” di Vietnam dan “Next Indonesia” di Filipina telah diuji satu sama lain. Hampir dua tahun berlalu, tidak ada pasar yang menunjukkan perkembangan yang jelas.
Vietnam telah meluncurkan banyak dana investasi tahap awal dan mempertahankan sebagian besar aliran investasi regional, meskipun aktivitas investasi telah melemah karena kelesuan ekonomi. Sedangkan Filipina mengalami lonjakan aktivitas dari berbagai konglomerat lokal dan munculnya berbagai model bisnis padat modal, yang mencerminkan perkembangan Indonesia pada tahun 2017-2019.
“Namun, perkembangan ini dihadapkan pada ketiadaan modal pada tahap selanjutnya untuk mendukung perkembangan tersebut.”
Negara lainnya, yakni Malaysia, pemerintahnya berupaya untuk meningkatkan aktivitas investasi di negaranya melalui berbagai program yang dipimpin oleh lembaga pemerintah. Hasilnya, memberikan negara tersebut bagian investasi regional yang setara dengan Vietnam dan peningkatan signifikan dalam valuasi investasi di putaran seri A dan B.
Sektor fintech dominasi vertikal pendanaan
More Coverage:
Sektor fintech berkontribusi sebesar 40% dari seluruh investasi. Semua vertikal turunan fintech rata mendapatkan investasi, sehingga narasi “kematian fintech karena suku bunga tinggi” sudah ketinggalan zaman.
Vitalitas sektor ini tetap didukung oleh pembaruan pesat pada infrastruktur dan peraturan pembayaran regional, beragam inisiatif bank bekerja sama dengan perusahaan teknologi. Tak hanya itu, pergeseran fokus platform digital yang meninggalkan “superapp” dan beralih ke khitahnya sebagai sektor keuangan dan distribusi jasa keuangan.
“Runtuhnya volume perdagangan mata uang kripto dan narasi investasi terkaitnya telah berdampak signifikan terhadap jumlah aliran investasi DFS ke sub-sektor wealth management dan infrastruktur pasar modal selama semester II 2022. Akibatnya, sub-sektor ini kembali sejalan dengan volume pemasukan modal historisnya.”
Sign up for our
newsletter