1. Startup

Tantangan dan Digitalisasi Pengajuan KPR di Indonesia

Belajar dari Co-founder & CEO IDEAL Albert R. Surjaudaja di sesi #SelasaStartup

Kita telah melihat berbagai inovasi di sektor proptech, seperti aplikasi listing properti atau sewa hunian. Namun, inovasi kian berkembang sejalan dengan semakin matangnya ekosistem digital dan besarnya kebutuhan masyarakat. Inovasi ini adalah digitalisasi pada pengajuan KPR (Kredit Pemilikan Rumah) yang menjadi salah satu isu kompleks pada pembelian hunian.

Menurut Co-founder & CEO IDEAL Albert R. Surjaudaja, pengajuan KPR memiliki sejumlah tantangan pelik dan telah banyak dialami oleh banyak orang. Di samping itu, upaya untuk mendigitalisasi pengajuan KPR dinilai memiliki peluang mengingat permintaan pasar hunian di Indonesia masih sangat besar.

Pada sesi #SelasaStartup, Albert berbagi pandangan tentang tantangan pengajuan KPR, pengembangan inovasi, hingga upaya memvalidasi masalah.

Tantangan KPR

Mengapa perlu ada digitalisasi pengajuan KPR? Albert menyebut ada empat tantangan besar yang dihadapi oleh calon pembeli. Pertama, calon pembeli terkadang mengalami kebingungan untuk memulai prosesnya dari mana. Mereka jadi sulit menemukan akses untuk mencari pilihan properti yang tepat.

"Yang terlibat dalam pengajuan KPR ada banyak, seperti bank, perusahaan pembiayaan, agen, dan pengembang. Mereka bingung mau ke mana dulu. Selain itu, tidak ada tempat yang dapat menjadi tujuan utama bagi mereka untuk mengeksplorasi pilihan dan mencari informasi," tutur Albert.

Kedua, tak sedikit calon pembeli yang yakin terhadap kelayakan KPR. Keraguan ini dapat membuat mereka menjadi urung untuk mengajukan KPR dan memperlambat proses dengan adanya kewajiban lain yang perlu diselesaikan. Ketiga, proses pengajuan KPR masih sangat manual. Perlu banyak komunikasi ke sejumlah pihak yang terlibat.

Karena proses yang manual tersebut, jalur informasi dan pengajuan menjadi tidak satu pintu. Contohnya, pengiriman dokumen harus dikirim berkali-kali dan terkadang dilakukan oleh agen/pihak berbeda. Belum lagi, dokumen yang diminta bersifat sensitif, seperti Kartu Keluarga dan KTP, sehingga berisiko disalahgunakan oleh oknum tertentu.

"Keempat, orang-orang belum sepenuhnya paham dengan pembelian rumah. They don't know what they're signing up for. Misal, soal floating. Mereka tidak pernah bertanya dan tidak sadar dampaknya. Tidak ada standardisasi juga dengan kualitas para agen atau pihak lain. Berbeda dengan era setelah ada platform seperti Gojek," tambahnya.

Hibrida dan inovasi

Albert meyakini pendekatan hibrida atau offline-online, diperlukan untuk menjangkau pasar di sektor proptech. Hal ini karena pembelian rumah merupakan keputusan yang sangat personal, memiliki jangka panjang, dan membutuhkan biaya sangat besar. Prosesnya juga memakan waktu dan sangat kompleks.

Dalam hal ini, IDEAL tidak mencoba untuk mendigitalisasi proses pengajuan KPR sepenuhnya. Hal tersebut tercermin dari fitur yang dikembangkan di mana pihaknya menggabungkan interaksi offline dan online untuk mengakomodasi kebutuhan konsumen. Misalnya, proses pengajuan dokumen dilakukan secara digital, tetapi penyedia platform tetap menyediakan SDM yang dapat membantu calon pembeli untuk menemukan properti yang mereka cari.

Dari sisi pengembangan teknologi, ada banyak proses pada pengajuan KPR yang dapat didigitalisasi. Misalnya, fitur untuk mengecek kredibilitas seseorang dalam mengajukan KPR secara instan. Albert berujar fitur ini didukung oleh teknologi di belakangnya, seperti credit scoring.

Ada juga fitur di mana algoritma yang dapat menampilkan berbagai pilihan hunian dari mitra pengembang. Pengguna juga dapat melakukan simulasi DP sampai pembayaran cicilan dengan kurasi rekomendasi tertentu.

Validasi dan strategi

Validasi masalah menjadi salah satu kunci terhadap pengembangan solusi, dan hal tersebut telah dibuktikan Albert lewat riset internal yang dilakukannya. Menurutnya, hampir semua responden menyebut bahwa pengajuan KPR merupakan masalah yang kompleks di Indonesia.

More Coverage:

Maka itu, digitalisasi pada pengajuan KPR dinilai menjadi salah satu solusi bagi generasi Y dan Z yang semakin terbiasa dengan pemanfaatan teknologi. Kedua generasi ini merupakan segmen yang memiliki perilaku digital dalam keseharian, seperti memesan makanan atau membeli tiket.

Ia juga menambahkan, meski sektor proptech Indonesia saat ini sebagian besar diisi oleh platform penyedia listing properti atau home discovery, hal tersebut akan membuka peluang kolaborasi untuk menyediakan layanan pengajuan KPR secara end-to-end.

"Kita ingin mengubah perilaku konsumen bahwa tidak semua [proses] harus dilakukan secara offline. Memang realisasi orang membeli rumah melalui online masih sangat jauh di sini. Namun, digital justru membuat semua proses itu menjadi efisien," Tutupnya.

Application Information Will Show Up Here
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again