Strategi Garena Di Balik Kesuksesan Free Fire

Garena fokus pada pasar negara berkembang dan menampilkan game dengan spesifikasi rendah

Bahkan setelah esports menjadi populer, mobile esports sempat dianaktirikan, dipandang sebelah mata. Namun, perlahan tapi pasti, anggapan itu mulai berubah. Ekosistem mobile esports kini juga mulai tumbuh. Dan hal ini terjadi berkat kemunculan sejumlah mobile game kompetitif, baik game dengan genre MOBA seperti Mobile Legends maupun game battle royale, seperti PUBG Mobile dan Free Fire.

Faktanya, Free Fire dari Garena berhasil menyabet penghargaan mobile esports terbaik tahun ini. Lalu, bagaimana strategi Garena sehingga mereka bisa membuat Free Fire sukses di dunia?

 

Bisnis Lisensi Game Garena

Sebelum membahas tentang Free Fire, mari kita membahas sejarah Garena secara sekilas. Garena didirikan di Singapura pada 2009. Ketika itu, mereka merupakan developer game. Pada 2017, mereka mengganti nama mereka menjadi Sea Limited. Meskipun begitu, Garena masih digunakan sebagai nama divisi hiburan/game dari perusahaan itu.

Selain bisnis game, Sea juga punya dua divisi lain, yaitu layanan e-money dan e-commerce, yaitu Shopee. Dari ketiga divisi Sea, Shopee merupakan divisi dengan pertumbuhan paling pesat. Namun, hal itu bukan berarti Shopee telah mendapatkan untung. Garena, yang pendapatannya naik 61,6% pada Q2 2020, masih menjadi tulang punggung untuk Sea.

Garena sendiri punya beberapa sumber pemasukan. Salah satunya adalah licensing game. Dengan model bisnis ini, Garena akan membeli lisensi sebuah game dan merilisnya di Asia Tenggara. Beberapa game yang lisensinya Garena miliki antara lain League of Legends, FIFA Online 3 dan 4, Point Blank, Blade & Soul, Arena of Valor, dan Call of Duty: Mobile. Garena menampilkan game-game tersebut di platform distribusi digital mereka, seperti Uplay milik Ubisoft atau Origin dari EA.

Platform distribusi game milik Garena.

Jika Anda memerhatikan game-game yang lisensinya Garena beli, Anda akan menyadari bahwa semua game itu punya model bisnis yang sama, yaitu free-to-play. Dengan game gratis, Garena dapat menjangkau lebih banyak gamer dengan lebih mudah. Pasalnya, di kawasan negara berkembang seperti Asia Tenggara, Amerika Latin, dan India, para gamer cenderung untuk tidak membeli game. Mereka lebih suka untuk memainkan game gratis, walau game itu menawarkan in-game purchase.

Pada 2010, Garena mendapatkan lisensi dari Riot Games untuk meluncurkan League of Legends di Asia Tenggara. Memang, League of Legends terbilang kurang sukses di Indonesia dan negara-negara tetangga. Meskipun begitu, keberhasilan Garena untuk menjalin kerja sama dengan Riot membuat mereka dikenal oleh perusahaan-perusahaan game global, termasuk Tencent.

Pada November 2018, Tencent dan Garena itu menandatangani letter of intent yang menyebutkan bahwa Garena akan menjadi opsi pertama Tencent jika mereka ingin merilis game di Indonesia, Taipei, Thailand, Filipina, Malaysia, dan Singapura. Berkat kerja sama ini, Tencent dapat merilis sejumlah game-game ternama, seperti Arena of Valor, Contra: Return, dan Call of Duty: Mobile.

Call of Duty: Mobile adalah game milik Activision. Namun, Garena bisa merilisnya di ASEAN berkat kerja sama dengan Tencent.

Kerja sama dengan Tencent tentu menguntungkan Garena. Berkat kolaborasi itu, Garena tidak hanya dapat merilis game-game populer, tapi juga dapat belajar tentang cara mengembangkan game dan operasinal perusahaan dari Tencent. Nantinya, ilmu yang Garena pelajari ini akan sangat membantu mereka ketika mereka memutuskan untuk membuat game sendiri.

Tentu saja, Tencent juga mendapatkan untung. Kerja sama bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak saling menguntungkan. Tencent melihat Garena sebagai perusahaan berpengalaman. Jadi, Tencent tak ragu untuk memercayakan peluncuran sejumlah game di Asia Tenggara pada Garena. Nilai kerja sama dengan Garena menjadi semakin tinggi bagi Tencent ketika pemerintah Tiongkok memperketat peraturan terkait game-game yang bisa diluncurkan di Tiongkok. Karena Tencent harus menunda peluncuran game-game di negara asal mereka, mereka akhirnya memutuskan untuk mencoba dan merilis game di Asia Tenggara dengan bantuan Garena.

Bisnis licensing game memang berhasil membuat Garena sukses. Hanya saja, seiring dengan berjalannya waktu, distribusi game di Asia Tenggara menjadi semakin mudah berkat keberadaan platform seperti Steam untuk game PC dan Play Store serta App Store untuk mobile. Para developer game merasa, mereka bisa merilis game mereka sendiri tanpa bantuan perusahaan perantara seperti Garena.

Karena bisnis licensing game mulai menjadi tak populer, Garena lalu memutuskan untuk membuat dan meluncurkan game sendiri. Hal inilah yang akan menjadi awal dari Free Fire.

 

Strategi Garena di Free Fire

Garena membuat studio game pertama mereka pada 2014. Ketika itu, mereka mencari developer berbakat dari Asia Tenggara dan Tiongkok. Bersama 111dots -- developer asal Vietnam -- Garena mengembangkan Free Fire. Game battle royale itu lalu diluncurkan pada September 2017. Mengingat game itu dibuat sendiri oleh Garena, mereka tidak lagi perlu untuk membayar biaya lisensi pada pihak developer, yang berarti mereka bisa mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari Free Fire.

Dengan cepat, Free Fire menjadi populer di Asia Tenggara dan Amerika Latin. Memang, pada awal 2017, game dengan genre battle royale tengah populer. Banyak game-game battle royale yang bermunculan. Namun, Garena dapat menggunakan strategi yang tepat sehingga mereka bisa sukses dengan Free Fire, khususnya di kawasan negara berkembang.

Salah alasan mengapa Free Fire bisa sukses adalah karena game tersebut merupakan mobile game. Pada 2017, game battle royale memang menjamur. Namun, kebanyakan developer memilih untuk membuat game untuk PC. Sementara game battle royale untuk mobile masih belum banyak. Dengan menjadikan Free Fire sebagai mobile game, Garena tak perlu bersaing dengan banyak pihak.

Selain itu, Garena juga fokus mengoptimalkan Free Fire sehingga game itu bisa dimainkan di perangkat 'kentang' sekalipun. Dengan ini, semakin banyak mobile gamer yang bisa dijangkau. Pendekatan Garena berbeda dengan Epic Games, yang juga merilis Fortnite untuk mobile. Versi mobile Fortnite memerlukan smartphone dengan spesifikasi yang cukup tinggi. Hal ini justru membuat game buatan Epic itu menjadi kurang populer.

Free Fire tidak menuntunt spesifikasi tinggi.

Tak berhenti sampai di situ, Garena juga memastikan, ukuran file Free Fire tidak terlalu besar. Dengan begitu, orang-orang yang koneksi internetnya tidak terlalu bagus tetap bisa mengunduh dan memainkan game tersebut. Meskipun begitu, Garena tetap mencoba untuk membuat Free Fire tampil unik dengan menambahkan skill pada karakter. Sementara untuk masalah monetisasi, Garena menggunakan model in-game purchase. Selain itu, mereka juga menjual battle pass yang dinamai Elite Pass.

Semua faktor di atas berhasil membuat Free Fire sukses. Namun, Free Fire tidak akan bertahan sampai sekarang jika Garena tidak bisa membuat game itu tetap menarik di mata para gamer. Untuk memastikan para gamer tetap memainkan Free Fire, Garena terus memberikan update berupa campaign dan event. Selain update berkala, strategi lain dari Garena adalah fokus pada pelokalan. Memang, perusahaan asal Singapura itu tidak hanya punya kantor di negara asalnya, tapi juga enam negara lain, termasuk Indonesia, Malaysia, Filipina, Vietnam, Thailand, dan Taipei.

Tugas tim lokal adalah untuk memastikan kegiatan marketing dan promosi yang Garena lakukan bisa diterima dengan baik. Misalnya, di Indonesia, Garena menjadikan Joe Taslim sebagai brand ambassador dari Free Fire. Mereka bahkan membuat karakter bernama Jota yang didasarkan pada artis tersebut. Dengan begitu, tim utama Garena akan bisa fokus pada pengembangan Free Fire.

Setiap negara punya budaya dan kebiasaan yang berbeda-beda. Misalnya, soal makanan, masyarakat Indonesia cenderung makan nasi. Meskipun sudah memakan makanan kaya karbohidrat seperti pizza sekalipun, orang Indonesia tetap merasa belum makan kalau belum menyantap nasi. Begitu juga dengan game. Di Asia Tenggara, negara-negaranya adalah mobile first. Jadi, jangan heran jika mobile game sangat populer di Indonesia dan negara-negara sekitar.

Salah satu hal yang membuat Garena sukses dengan Free Fire adalah karena sejak awal, mereka memang menyasar pasar Asia Tenggara. Padahal, biasanya, perusahaan game besar justru fokus ke pasar-pasar game besar, seperti Amerika Utara, Eropa, Jepang, dan Korea Selatan. Memang, pasar game di kawasan itu besar. Namun, pasarnya sudah jenuh. Jika Garena ingin menembus pasar tersebut, mereka harus siap bersaing dengan perusahaan-perusahaan game ternama lainnya.

Namun, karena Garena fokus pada Asia Tenggara, persaingan yang mereka hadapi tidak terlalu ketat. Selain Asia Tenggara, Garena juga fokus pada pasar kawasan negara berkembang, seperti Amerika Latin dan India. Sama seperti Indonesia, India dan Amerika Latin juga merupakan kawasan mobile first. Dan keputusan Garena untuk fokus pada kawasan negara berkembang berbuah manis.

Menurut data dari Sensor Tower soal penghasilan Garena pada Q1-Q3 2020, Asia Tenggara masih menjadi kawasan yang memberikan kontribusi terbesar pada total pemasukan Garena. Negara-negara ASEAN menyumbangkan 34,6% dari total pemasukan Garena pada 3 kuartal di 2020. Amerika Latin menjadi kawasan dengan kontribusi terbesar kedua. Mereka menyumbangkan sebesar 24,5%. Posisi ketiga diduduki oleh Amerika Utara, dengan kontribusi 20,4%. Terakhir, Asia Selatan dan Asia Timur memberikan kontribusi sebesar 13%.

Pemasukan Garena selama Q1-Q3 2020.

Sejak diluncurkan pada 2017, total pemasukan Garena dari Free Fire mencapai US$1,5 miliar. Sementara dari segi download, game battle royale tersebut telah diunduh sebanyak lebih dari 500 juta kali. Pada 2020, Free Fire juga diuntungkan oleh pandemi covid-19. Game itu mencetak dua rekor baru. Pada Q2 2020, jumlah pemain harian Free Fire mencapai 100 juta orang. Dan pada Juli 2020, jumlah pemain berbayar Free Fire juga mencapai rekor baru. Jumlah pemain berbayar Free Fire ketika itu mencapai lebih dari dua kali lipat dari tahun lalu.

Keuntungan yang didapatkan oleh Garena dari Free Fire tak melulu berbentuk uang. Dengan Free Fire, Garena sukses untuk menciptakan reputasi sebagai perusahaan game yang mumpuni. Karena itu, jangan heran jika mereka juga mencoba untuk masuk ke pasar game kasual. Salah satu game buatan mereka adalah Garena Fantasy Town, sebuah game simulasi bercocok tanam.

 

Bagaimana Esports Membantu Garena Sukses

Di Asia Tenggara, para gamer tidak hanya senang untuk bermain game, tapi juga menonton kompetisi esports. Menurut Niko Partners, pada 2019, 60% dari total gamer di Asia Tenggara menonton konten esports. Selain itu, Asia Tenggara juga menjadi kawasan yang industri esports-nya tumbuh paling pesat. Jadi, tidak heran jika Garena lalu memutuskan untuk mengadakan kompetisi esports dari Free Fire.

Penonton esports di Asia Tenggara.

Turnamen esports Free Fire ternyata diminati banyak orang. Buktinya, Garena World 2018 berhasil menarik 240 ribu pengunjung offline. Pada 2019, jumlah pengunjung Garena World naik menjadi 300 ribu orang. Sementara itu, Free Fire World Series 2019, yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil, berhasil mendapatkan 2 juta concurrent viewers pada puncaknya. Menurut laporan Esports Charts, viewership itu menjadi rekor concurrent viewership untuk mobile game esports.

Secara keseluruhan, kompetisi Free Fire yang diadakan sepanjang Q1 2020 berhasil mendapatkan total view sebanyak 90 juta views. Pada kuartal berikutnya, angka itu naik menjadi 120 juta views. Turnamen Free Fire Asia All-Stars 2020 saja berhasil mendapatkan 20 juta views.

Keberhasilan turnamen Free Fire untuk mendapatkan banyak penonton merupakan bukti bahwa banyak orang tertarik untuk menonton kompetisi Free Fire. Dan hal ini akan memudahkan Garena untuk mencari sponsor. Tak hanya itu, esports juga dapat meningkatkan tingkat engagement dari para pemain, yang berujung pada naiknya jumlah uang yang dihabiskan oleh para gamer. Garena mengaku, usaha mereka untuk mengembangkan esports dan komunitas berbuah manis. Pada Q3 2019, penghasilan mereka naik berkat ekosistem esports dan komunitas yang solid.

 

Penutup

Garena dapat membuat Free Fire sukses di dunia karena mereka bisa melihat tren pasar dan mengambil kesempatan yang ada. Daripada membuat gamebattle royale untuk PC, mereka lebih memilhi membuat game untuk mobile. Dan daripada berusaha masuk ke pasar-pasar besar yang sudah jenuh, mereka lebih memilih untuk fokus ke negara-negara berkembang. Setelah itu, mereka foksu pada pelokalan, memastikan bahwa game mereka bisa diterima dengan baik.

Free Fire mungkin sering dianggap remeh karena spesifikasinya yang memang enteng, grafik yang B saja dan gameplay yang cenderung sederhana. Namun, tak bisa dipungkiri bahwa Garena berhasil membuat game itu sukses. Hal ini menunjukkan bahwa dalam dunia game, "sukses" itu tak melulu berupa game AAA eksklusif untuk konsol terbaru.

Sumber: Niko Partners