1. Startup

Usung Strategi Multi-Merek, Rute Efisien Operator "Cloud Kitchen"

Multi-merek alias multi-brand sudah diadopsi oleh berbagai operator cloud kitchen dan pemain kuliner di Indonesia

Tahun lalu DailySocial.id mengulas bisnis cloud kitchen yang makin digandrungi semenjak pandemi. Ekspansi lokasi jor-joran dilakukan supaya lebih dekat dengan  konsumen yang menggantungkan urusan perutnya pada aplikasi pesan-antar. Dalam pantauan saat itu, setidaknya ada 15 operator yang beroperasi di Indonesia.

Potensi bisnis ini jumbo. Mengutip dari laporan e-Conomy 2022, layanan transportasi dan pengantaran makanan online diprediksi tumbuh dengan CAGR 22% dan nilai GMV $15 miliar pada 2025 mendatang. Adapun pada tahun ini, CAGR diprediksi tumbuh 19% dengan GMV $8 miliar year-on-year. Meski tidak dirinci seperti seberapa besar kontribusi dari pengantaran makan, setidaknya angka di atas menggambarkan betapa sedapnya bisnis ini, juga keduanya punya ketergantungan yang tinggi satu sama lain.

Dalam laporan yang baru-baru ini dirilis Grab menyatakan bahwa secara regional pengeluaran bulanan untuk layanan pesan-antar makanan dan belanja harian meningkat sebesar 30% lebih tinggi pada Mei 2022 dibandingkan dengan November 2021. Di Indonesia, rata-rata jumlah uang yang dibelanjakan per pesanan di layanan GrabFood meningkat sebesar 54% dari 2019-2022. Adapun untuk jumlah pembelanjaan terbesar tahun ini mencapai Rp9 juta.

Di industri cloud kitchen, Grab juga yang menjadi pionir di Indonesia dengan GrabKitchen-nya sejak September 2018. Sayangnya, selang empat tahun kemudian pada 24 Oktober 2022 mengumumkan akan tutup pada 19 Desember 2022. Perusahaan berdalih, pertumbuhan bisnisnya tidak konsisten, serta adanya peralihan menjadi model bisnis aset-ringan. Akibat dari keputusan tersebut, perusahaan harus merumahkan belasan karyawannya.

“Situasi ini memaksa kami untuk mengambil keputusan sulit, untuk tidak melanjutkan operasi GrabKitchen di Indonesia, efektif mulai 19 Desember 2022,” ucap Chief Communications Officer Grab Indonesia Mayang Schreiber dalam keterangan tertulis.

Perusahaan sempat bekerja sama dengan Yummykitchen untuk perluas kehadiran dari sekitar 40 lokasi menjadi 80 lokasi, menurut data yang dipublikasi Grab Indonesia per Februari 2021.

GrabKitchen / Grab

Keputusan Grab menimbulkan pertanyaan, apakah bisnis ini pada hakikatnya sulit untuk mencapai titik profitabilitas?

Pada awalnya bisnis cloud kitchen ini seperti pengelolaan aset properti. Pemilik properti yang punya aset membagi-bagi lahannya jadi petak-petak seluas dapur untuk disewakan ke tenant yang tak lain para pengusaha kuliner. Di sini ada pemain yang mengambil posisi demikian, ada yang menambah unsur teknologi dengan integrasi otomatis ke aplikasi pesan-antar dan pemasaran satu pintu. Grab dan Gojek masuk ke segmentasi ini.

Hanya saja, konsep yang diambil GrabKitchen terlalu eksklusif. Dalam artian merchant hanya bisa berjualan di GrabFood saja, tidak bisa ke aplikasi lain. Padahal bisnis pesan-antar ini masih mengandalkan strategi bakar duit sehingga tidak ada jaminan bahwa permintaan bisa stabil atau lebih tinggi. Belum lagi untuk ekspansi lokasi baru, Grab harus investasi di awal dengan sewa properti. Dari sisi merchant juga timbul biaya sewa yang senantiasa dikeluarkan.

“Mereka tutup karena terlalu banyak capital expenses di depan, sedangkan demand-nya hanya bergantung di online. Ketika online turun, pengeluarannya tetap sama dari bulan ke bulan, seperti sewa gedung, bayar karyawan,” jelas Co-founder dan CEO Wahyoo Peter Shearer kepada DailySocial.id.

Rebel Foods, operator cloud kitchen yang sudah mencapai status unicorn di India, bisa dikatakan sebagai salah satu pionir yang beralih dari jaringan restoran cepat saji menjadi model cloud kitchen multi-merek yang didukung oleh sistem operasi yang efisien.

Di Indonesia dengan badan hukum PT Rebel GoFood Indonesia, mereka ikut memboyong merek privat dari negara asalnya, seperti Faasos dan Oven Story. Juga meluncurkan merek khusus untuk pasar Indonesia, yakni Box & Co., Ban Zai, Feeling Brew, Bros Fried Chicken, dan Ayam Ambyar. Setiap merek ini diposisikan sedemikian rupa sehingga memenuhi kebutuhan pelanggan yang berbeda.

Salah satu keuntungan paling signifikan dari cloud kitchen multi-merek adalah memungkinkan perusahaan menawarkan beberapa masakan berbeda dari tempat yang sama. Karena tidak ada front-of-house sama sekali, cloud kitchen multi-merek telah berevolusi untuk memenuhi selera pelanggan yang berbeda, masing-masing berfungsi di bawah merek terpisah.

Misalnya, satu perusahaan cloud kitchen dapat mengoperasikan tiga merek, masing-masing berspesialisasi dalam masakan India, Italia, dan Cina, dari satu unit. Namun bagi pelanggan, tampaknya ini adalah merek independen dengan operasi independen yang menyajikan masakan berbeda. Karena ini adalah format pengiriman saja, biaya awal dan pemasaran yang rendah sering disebut sebagai pengubah permainan terbesar.

Dengan hambatan masuk minimum dan biaya modal rendah, cloud kitchen multi-merek lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan restoran tradisional atau bahkan cloud kitchen mandiri. Cloud kitchen multi-merek melayani basis pelanggan yang lebih luas dan memiliki kapasitas untuk meningkatkan tingkat pertumbuhan dari satu unit dapur. Pemanfaatan sumber daya yang efisien, tingkat persediaan yang memadai, dan biaya makanan yang terkendali memberikan prediktabilitas yang lebih baik dalam bisnis.

Dalam pantauan DailySocial.id, strategi multi-merek ini sudah banyak diterapkan oleh pemain cloud kitchen, juga pemain kuliner itu sendiri. Berikut daftarnya:

Model bisnisMulti-merekKeterangan
Kenangan BrandsF&BKopi Kenangan, Chigo, FlipMilik sendiri dan akuisisi
Jiwa GroupF&BJanji Jiwa, Jiwa Toast, Jiwa TeaMilik sendiri
Haus!F&BHaus, Ganjel Roti, Pedes CyiinMilik sendiri
DailyboxF&BShirato, Breadlife, Dailybox, LumiereMilik sendiri dan akuisisi
Kulo GroupF&BKedai Kopi Kulo, Pochajjang, Kitamura, Mazeru, Oseng Mie Jontor, Xiboba, Xiji, Bu Eva Spesial Sambal, Mo Tahu AjaMilik sendiri
HangryCloud kitchenMoon Chicken, Sangyu, Ayam Koplo, Dari Pada, Pizza Gang, Accha, Wai Thai FoodMilik sendiri dan akuisisi
Rebel GoFoodCloud kitchenFaasos, Oven Story, Box & Co., Ban Zai, Feeling Brew, Bros Fried Chicken, Ayam AmbyarMilik sendiri
Wahyoo Kitchen PartnerCloud kitchenBebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, Bakso Bikin TajirMilik sendiri
Food StoryCloud kitchenChicken Pao, Lahab Chicken, Bowlgogi, Gaaram, Aidon, Soto Legenda, Rames Kita, Gaem BullAkuisisi
Dish ServeCloud kitchenKitFit, Uncle Tam, Baba Burger, Chickass, Love in Tokyo-
LakulinerCloud kitchenLet’s Toast, Se’I Sapi Lamalera, Yukirisu Bento, Don To Go, Nalor, Yellow Chicken, Geprek Gian, Ayam Bebek Tiarap, Woo Ai Mie, Se’I Indonesia, Bakso Benhil, Lahab Chicken, AigemiMitra kuliner
Legit GroupCloud kitchenSek Fan, Pastaria, Sei’tan, Ryujin, Juju ChikinMilik sendiri

Wahyoo

Seperti diketahui, Wahyoo turut meramaikan pasar cloud kitchen di Indonesia dengan meresmikan Wahyoo Kitchen Partner yang sudah diinisiasi sejak setahun belakangan. Dengan melihat dinamika di pasar, Wahyoo Kitchen Partner mengambil proposisi yang sedikit berbeda.

Perusahaan memanfaatkan kemitraan dengan UKM kuliner yang selama ini telah menjadi bagian dari perusahaan, dan menggaet mereka yang ingin mengutilisasi dapurnya yang “senggang”. Dalam arti mereka tidak sibuk dan masih bisa melayani konsumer melewati platform lain. Wahyoo jadi tidak perlu berinvestasi di sisi properti karena sudah punya jaringan UKM.

Mitra Wahyoo pun bisa memaksimalkan potensi dari dapurnya dan karyawan yang sudah ada, selama tetap memenuhi standar dalam hal kebersihan dan kualitas memasak yang diharuskan oleh Wahyoo. Tercatat ada 250 restoran kecil dari 27 ribu mitra Wahyoo yang telah bergabung dengan Wahyoo Kitchen Partners ini.

Sumber: Wahyoo

“Khusus kami, ingin bantu UKM kuliner yang sudah ada di jaringan kami sehingga enggak ada lagi modal tambahan yang harus mereka keluarkan karena dapur dan karyawan sudah ada. Sebab kami ini sharing economy, jadi prinsipnya kami sangat ingin memajukan UKM,” kata Peter secara terpisah saat media gathering beberapa waktu lalu.

Sejauh ini, Wahyoo telah mengoperasikan tiga merek makanan label privat, yakni Bebek Goreng Bikin Tajir, Ayam Paduka, dan Bakso Bikin Tajir. Adapun Bebek Goreng Bikin Tajir kini sudah hadir di 134 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, Solo, Semarang, dan Bali. Selanjutnya, Ayam Paduka sudah ada di 42 outlet yang tersebar di Jabodetabek, Bandung, dan Solo, dan Bakso Bikin Tajir sudah hadir di 18 outlet di Jabodetabek untuk sementara ini.

Wahyoo memasarkan produk-produknya melalui GrabFood, GoFood, dan ShopeeFood. Tak hanya itu, perusahaan juga mempersilakan mitranya untuk menjual secara offline untuk dine-in dan take away. Dengan demikian, mereka tidak perlu mengandalkan sepenuhnya platform online untuk penjualannya.

“Buat kita yang penting mereka bisa berjualan, dan beli stok di kita lagi. Lagipula dari segi offline itu ada sisi awareness yang bisa kita dapatkan untuk memasarkan brand kita.”

Bagi Peter, perusahaan akan terus perbanyak merek makanan yang dapat dijual oleh para mitra UKM, setidaknya bakal ada tambahan delapan sampai 10 merek baru. Variasi kulinernya berkisar dari martabak, nasi briyani, teh susu, soto, mie ayam, dan nasi goreng.

Seluruh suplai produk tersebut nantinya sudah berbentuk pre-cook agar tidak lama diolah oleh mitra. Alhasil proses masak jadi lebih ringkas, maksimal lima menit sampai di rumah konsumen. Seluruh suplai disiapkan di pusat gudang Wahyoo yang berlokasi di Daan Mogot, Jakarta Barat berdekatan dengan kantor Wahyoo. Dari situ, proses pengiriman makanan akan dimulai sampai ke outlet.

“Karena kita juga memanfaatkan online [food delivery] kita juga perlu memastikan algoritma dari mitra dapur jangan sampai outlet-nya dapat rating jelek karena proses masaknya kelamaan. Jadi memang standardisasi itu penting, makanya juga ada kunjungan rutin oleh tim lapangan.”

Menurutnya, strategi multi-merek ini dipakai agar setiap outlet dapat mencapai potensi maksimum dari utilisasi kapasitas dapur yang kosong. Hasilnya, rata-rata revenue per outlet dapat meningkat dan pada akhirnya mendukung kesejahteraan dari setiap dapur karena satu dapur bisa menawarkan berbagai macam makanan.

“Namun kami juga memastikan bahwa dapur-dapur ini memang mempunyai kemampuan/kapasitas yang cukup untuk menjual banyak brand (supaya standardisasi dan kualitas tetap terjaga.”

Adapun monetisasi dari bisnis cloud kitchen di Wahyoo berbeda-beda bagi tiap merek. Namun Peter memastikan bahwa pada intinya dari setiap penjualan makanan akan ada bagi hasil penjualan kepada mitra-mitra dapur. Konsep ini dianggap menarik karena tidak perlu tambahan modal dan hanya menmanfaatkan sumber yang ada untuk berjualan merek lain yang sudah disediakan oleh Wahyoo Kitchen Partners.

Unit economics yang dilihat oleh Wahyoo terdiri atas berbagai metriks, mulai dari revenue, outlet aktif per bulan, rata-rata revenue per outlet (penjualan di platform online), dan basket size (pembelian bahan baku/suplai di platform Wahyoo). “Tentunya kami juga melihat margin dari pernjualan setiap brand dan juga pendapatan (revenue sharing) kepada Wahyoo Kitchen Partners.”

Dalam menghadapi perekonomian ke depannya yang menantang, Peter menyadari bahwa kondisi tersebut bakal berdampak secara langsung pada industri kuliner dan pangan. Untuk itu, pihaknya berupaya untuk selalu menyediakan bahan-bahan baku dengan harga yang kompetitif dan mengikuti harga pasar.

“Kami berupaya untuk tetap mendapatkan harga terbaik dari partner-partner dan supplier kami, sehingga walau di masa-masa kurang stabil ini kami tetap dapat menawarkan barang-barang yang dibutuhkan konsumer secara affordable dan bersaing.”

Dailybox

Co-founder dan CEO DailyBox Kelvin Subowo menjelaskan pihaknya lebih pas ditempatkan sebagai startup F&B multi-platform, bukan cloud kitchen dengan multi-merek. Dalam operasionalnya, perusahaan mengandalkan kehadiran para pemain cloud kitchen dan menghadirkan merek privatnya ke dalam tiap dapur.

“Dailybox Group mungkin salah satu F&B startup yang konvensional, sehingga konsep multi-brand yang dimaksud bukan lagi banyak brand dalam satu kitchen, melainkan berbagai brand yang mampu menaungi appetite pelanggan kami.”

More Coverage:

Terhitung saat ini, Dailybox mengoperasikan empat merek, Shirato, Breadlife, Dailybox, dan Lumiere. Lumiere adalah merek keik yang baru diakusisi perusahaan. Sebagai multi-platform, perusahaan akan menyeimbangkan jumlah persebaran cloud kitchen dan toko offline. Saat ini ada 20 titik toko Breadlife, yang ikut diisi oleh Dailybox dan Shirato di atas toko Breadlife tersebut. Bahkan, perusahaan telah melebarkan sayap bisnisnya ke Singapura pada Oktober 2022.

Central Kitchen Dailybox Group / Dailybox Group

Dalam mengukur unit economics di Dailybox, ia menggunakan COGS (cost of good sold) atau harga barang yang dijual. Perusahaan tidak melakukan cost down, melainkan menjaga harga agar tetap stabil melalui efisiensi produksi. Efisiensi tersebut dilaksanakan dengan cara memproduksi makanan sendiri melalui dapur pusat Dailybox Group.

Metriks berikutnya adalah EBITDA outlet (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization). “Seperti yang kita ketahui bahwa industri cloud kitchen memiliki beban yang besar pada food delivery. Maka, beban operation kami sehari-hari tidak terlalu besar dan kami berhasil mempertahankan positive EBITDA dari sejak kami berdiri hingga hari ini. Kedua metriks tersebut sangat memengaruhi kualitas makanan.”

Menurut data perusahaan, kontribusi dari bisnis pesan-antar online masih mendominasi daripada makan di toko. Di tahun lalu kontribusinya mencapai 90%, akan tetapi pada tahun ini turun menjadi 60%. Perusahaan sendiri kini tidak mengandalkan platform online saja.

Dia beralasan, jika ingin berekspansi lebih masif, kehadiran di platform layanan online harus dikolaborasikan dengan presence di pasar offline. Sebab, walaupun penetrasi layanan online sudah meningkat, layanan ini masih belum menjangkau seluruh kota lapis dua dan tiga. Masyarakat di area tersebut masih menggandrungi budaya nongkrong sembari kulineran.

“Survei menyatakan sekitar 79% masyarakat Indonesia sudah tak ragu untuk dine-in di restoran. Karenanya kembali membuka layanan dine-in adalah strategi perusahaan untuk hadir lebih dekat dan relevan dengan pelanggan kami.”

Sementara itu, dari sisi Dailybox dalam menghadapi tantangan ke depannya bakal melakukan penyesuaian harga dengan batas yang wajar. Dengan volume yang cukup besar, sehingga perusahaan dapat mengunci harga dari banyak bahan untuk beberapa waktu.

“Dengan in-house central kitchen dan teknologi ERP & SOP digital memungkinkan kami untuk bekerja dengan lebih efisien sehingga bisa mengkompensasikan fluktuasi harga di pasar,” tutupnya.

Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again

Sign up for our
newsletter

Subscribe Newsletter
Are you sure to continue this transaction?
Yes
No
processing your transaction....
Transaction Failed
Try Again